Senin, 04 Juli 2011

"TUNTUTLAH ILMU" HINGGA KE PAMARAYAN

Pamarayan, sebuah kota kecamatan yang terletak di Kabupaten Serang Provinsi Banten memang tidak memiliki hal yang dapat dibanggakan kecuali adanya Bendung Air Pamarayan yang dibangun pada zaman penjajahan Belanda yang kini fungsinya telah digantikan oleh bendungan air baru yang dibangun pada zaman orde baru.


Bendung air peninggalan Belanda tersebut yang letaknya beberapa ratus meter dihilir bendung air baru, saat ini kondisinya nyaris tidak terawat dan dipenuhi oleh kegiatan vandalisme dan beberapa gubug kaki lima yang tentu saja mengotori pemandangan bagi orang yang sengaja ingin menikmati salah satu obyek wisata yang menjadi destinsi wisata yang dimasukkan oleh dinas pariwisata Kabupaten Serang. Namun lagi-lagi obyek wisata tersebut nyaris tidak terawat kalau tidak dikatakan kumuh. Kali ini saya tidak akan mengomentari banyak tentang Bendung Pamarayan, karena kedua bendungan tersebut tentu saja sudah ada dinas terkait yang mengurusnya...?

Jujur saja, saya pertama kali berkunjung ke Pamarayan pertama kali sekitar akhir 90-an saat hinggar reformasi menjadi euforia di negeri ini. Ketika saya berkunjung kembali pada awal tahun ini, saya bersama Gabriel dan dua rekan beliau Gorka dan Mika dari Prancis. Awalnya saya heran kenapa mereka tidak tertarik berkunjung ke Bendung Air Pamarayan, namun memilih menginap di Kampung Ranca Lame di Desa Wirana. Mereka dari Prancis khusus ingin belajar Pencak Silat kepada Abah Juhro, salah seorang warga kampung di desa tersebut yang menjadi pimpinan Peguron (perguruan) Pencak Silat Pusaka Medal. Pada kunjungan kali ini, saya menganggap bahwa mereka pasti hanya ingin sekedar melihat perguruan silat tidak lebih dari sekedar dari kunjungan wisata biasa.

Beberapa minggu kemudian, tepatnya jum’at yang lalu saya kembali dikontak oleh rekan saya Gabriel, seorang warga Prancis yang sedang menyelesaikan studi S-3 di Banten. Beliau mengirimkan kabar bahwa akan datangnya dua rekan beliau dari Prancis, Cyril dan Fanny yang akan berkunjung ke Ranca Lame. Keingintahuan saya, kembali mencuat dan ingin mengetahui lebih tentang Ranca Lame, hingga pada saat saya mengantar ‘tamu’ saya tersebut sengaja saya tidak langsung pulang kembali ke Serang, tapi sengaja menunggu waktu malam tiba untuk melihat secara langsung kegiatan Peguron Pusaka Medal hingga bisa menarik warga Prancis untuk datang berkunjung.

Keseharian Abah Juhro terlihat sangat sederhana dan seperti kebanyakan warga kampung lainnya, yaitu bertani dan beternak. Setiap pagi ia pergi ke sawah dan pulang saat petang sambil menggembala kerbau. Begitu pula dengan kondisi rumah beliau yang terlihat sederhana seperti kebanyakan kondisi rumah lainnya dikampung ini. Secara otomatis, saat para tamu Prancis tersebut harus tinggal di rumah Abah Juhro, mereka harus menerima apa adanya segala keterbatasan yang harus mereka terima selama tinggal beberapa hari di kampung ini. Harus siap dengan listrik yang byar pet alias lebih sering mati dibanding menyala, harus siap dengan kondisi infrastuktur jalan yang tidak lebih baik dari kubangan serta menu makan yang harus dapat diterima lidah Eropa, walau terkadang harus merem-melek saat dicerna...

Selepas sholat Isya, latihan pencak silat sudah dimulai dengan beberapa anak-anak kampung yang berkumpul dan memperagakan jurus-jurus indah berupa gabungan ilmu bela diri dan seni tari. Tak lama berselang, Gabriel, Chloe, Cyril dan Fanny secara bergantian melakukan atraksi pencak silat yang ternyata sudah sangat mahir diperagakannya. Saya berdecak kagum, tidak lain karena seni bela diri Pencak Silat ternyata juga digemari dan ‘dilestarikan’ oleh warga Prancis.

Selepas latihan pada pukul 02.00 dini hari, saya sempatkan mengobrol dengan Cyril dan Gabriel yang menceritakan perkembangan pencak silat di Prancis yang katanya sudah ada sekitar 10 perguruan yang tersebar di Prancis. Peguron Pusaka Medal memiliki cabang di Belgia dan Maroko dengan pusat Eropa di Prancis dengan guru Gorka sebagai pelatih utama dan telah beberapa kali tampil hingga ke Rusia dan beberapa negara Eropa lainnya. Pengalaman Cyril yang mantan anggota angkatan bersenjata Prancis dan mengambil pensiun muda yang telah ‘berguru’ juga ke Thailand dengan Thai Boxing-nya justru saat ini katanya tertarik sejak 7 tahun lalu dengan Pencak Silat. Saya semakin penasaran untuk bertukar pikiran sampai hidangan nasi goreng datang dihidangkan kepada kami oleh anak-anak muda Kampung Ranca Lame yang menjadi murid Abah Juhro. Satu nasehat Abah, bahwa orang yang memiliki ilmu pencak silat hendaknya tidak digunakan untuk hal-hal yang merugikan diri sendiri apalagi merugikan orang lain.

Malam itu, ketika rintik hujan turun disertai petir dan listrik yang mati-nyala, kami terlelap hingga adzan subuh membangunkan kami dengan mata yang terasa berat. Saya memandangi pilar-pilar bambu yang menjadi pagar rumah Abah Juhro disubuh itu, saya membayangkan kalau ketenaran dan kedigdayaan jurus silat Abah Juhro mampu menembus batas negara dan ‘memaksa’ para saudara Prancis tertarik untuk datang sekedar berlatih dan bertukar pikiran tentang pencak silat. Tak ada salahnya kalau adigium “Tuntutlh ilmu hingga ke pamarayan” tidaklah salah kiranya.

Satu harapan saya, kiranya seni bela diri Pencak Silat tidak hilang dari bumi pertiwi. Adakah kiranya muatan lokal untuk mata pelajaran di sekolah dasar dapat dimasukkan mata pelajaran pencak silat agar dapat diajarkan agar seni budaya asli negeri ini tidak hilang, minimal untuk tingkat Provinsi Banten.... Wallahu’alam.

Senin, 27 Juni 2011

PERGURUAN PENCAK SILAT HAJI SALAM BANTEN


Inti penguasaan jurus dari aliran silat Haji Salam adalah bagaimana mengantisipasi serangan dan gerakan lawan dengan reflek tubuh yang ditopang dengan teknis jurus dasar dan langkah. Gerakan tubuh mengikuti gerakan lawan dengan menggunakan tenaga lawan untuk menjatuhkannya. Dengan sekali gerakan dapat mengantisipasi serangan lawan dengan kelitan sekaligus serangan balasan.

Perjalanan dan Sejarah Haji Salam

Kiyai Haji Salam yang bernama asli Abdus Salam adalah seorang pendekar silat yang bermukim di Kota Serang Banten, tepatnya di Kampung Kaujon. Abdus Salam lahir di Kampung Kebaharan Kota Serang sekitar tahun 1860-an dan wafat pada tahun 1955 dalam usia 90 an tahun. Dikisahkan beliau seorang pecinta beladiri silat yang gemar mengembara untuk mencari para pendekar silat dari satu perguruan ke perguruan yang lain yang dapat menutupi kekurangan ilmu silat yang sudah dimiliknya. Dan pada saat itu ada motivasi besar Abdus Salam untuk mengalahkan seorang pendekar silat yang bernama Lurah Bintang atau Lurah Jago.

Lurah Bintang adalah salah satu pendekar silat di Banten yang mempunyai ilmu silat yang tinggi dan dijuluki Lurah Bintang atau Lurah Jago oleh Penjajah Belanda karena kemampuannya menangkal dan mengusir para perampok. Lurah Bintang tidak dapat dikalahkan oleh Abdus Salam kala itu dalam kemampuan ilmu silatnya.. Untuk mengalahkan Lurah Bintang beliau melakukan pengembaraan di daerah Banten Selatan sampai dengan daerah Bogor. Pada saat itu apabila Abdus Salam muda mendengar ada seorang pendekar atau guru silat yang kesohor, dia datangi dan kemudian mencobanya. Apabila dia dapat dikalahkan, dengan sportif dia akan mengaku kalah dan berguru pada orang itu. Dan setiap kali selesai berguru pada satu pendekar silat, beliau langsung mengujinya dengan Lurah Bintang. Dan setiap dia mencoba ilmu silatnya pada Lurah Bintang beliau selalu kalah.. Tercatat sampai sepuluh kali beliau berguru pada berbagai perguruan silat. Dari hasil pengembaraannya tersebut berbagai aliran silat yang ada di Banten beliau pelajari dan kuasai.

Dalam pengembaraan terahirnya, beliau sampai di Gunung Bunder di daerah Ciampea Bogor. Di gunung tersebut bermukim seorang pendekar silat yang bernama Ki Asti atau disebut Ki Singamandaru. Dari sekian banyaknya orang yang datang menemui beliau hanya Abdus Salam yang diterima langsung menjadi murid sekaligus teman latih tanding Ki Asti. Selebihnya hanya diarahkan untuk mempelajari ilmu silat dari guru lain berdasarkan kemampuan dan bakat yang dimiliki orang tersebut. Dengan ditemani anak perempuan Ki Asti yang mempunyai ilmu silat tinggi juga, mulailah Abdus Salam berlatih di Gunung Bunder.

Dengan kemampuan silat yang sudah dimiliki dan latihan keras dibawah bimbingan Ki Asti, ahirnya Abdus Salam dapat mengalahkan anak peremuan Ki Asti dalam pertarungan silat yang menjadi acuan keberhasilan menguasai ilmu dari Ki Asti. Kemenangan dari anak Ki Asti pun dapat diperoleh dalam pertarungannya yang ketiga. Sebelumnya selalu dapat dikalahkan oleh anak perempuan Ki Asti.

Setelah dinyatakan sudah menguasai ilmu silat Ki Asti, beliau turun gunung dan pulang ke Serang. Tujuannya hanya satu pada saat pulang dari Gunung Bunder, mengalahkan Lurah Bintang. Begitu sampai di Serang beliau langsung menuju rumah Lurah Bintang untuk mencoba hasil latihannya di Gunung Bunder. Dan dalam sebuah pertarungan yang sengit, ahirnya Lurah Bintang dapat dikalahkan. Atas saran Lurah Bintang ahirnya Abdus Salam menghentikan pengembaraan mencari guru silat karena dianggap sudah mencapai tingkat yang sulit dikalahkan orang lain.

Pada saat perjalanan pulang dari Gunung Bunder sebelum bertemu dengan Lurah Bintang, beliau bertemu dengan seorang pendekar silat yang berasal dari Madura. Mereka ahirnya terlibat dalam satu pertarungan. Hanya dalam beberapa gerakan saja pendekar dari Madura tersebut dapat dikalahkan. Atas permintaan pendekar Madura tersebut Abdus Salam diminta untuk mengajarkan ilmu silatnya di Pulau Madura.

Setelah mengalahkan Lurah Bintang ahirnya Abdus Salam pergi ke Madura untuk mengajarkan ilmu silatnya. Tapi tentu saja sebelum mengajarkan ilmu silatnya beliau dicoba lebih dulu oleh guru besar silat yang ada disana. Ahirnya setelah dapat mengalahkan guru besar disana, Abdus Salam menghabiskan waktu beberapa bulan di Madura untuk mengajarkan ilmu silat yang dikuasainya. Dikarenakan tidak betah tinggal disana, Abdus Salam memutuskan untuk pulang ke Banten. Karena jasa atas pengajaran ilmu silatnya Abdus Salam diberikan bekal uang oleh para muridnya yang dipakai beliau untuk pergi haji sepulang dari Madura.

Aliran Silat Haji Salam
Sepulang menunaikan rukun Islam yang kelima dari Mekkah, Abdus Salam dikenal dengan nama panggilan Haji Salam. Ditengah profesinya sebagai pedagang kain di pasar Serang (Pasar Lama sekarang), Kiyai Haji Salam mengajarkan ilmu silatnya kepada orang-orang yang datang kepadanya. Dengan bekal pengalamannya bertarung dengan berbagai pendekar silat dan juga pengembaraanya dari satu perguruan ke perguruan lain, Haji Salam menciptakan dan membuat ormulasi jurus-jurusnya sendi- ri. Beliau selaraskan jurus-jurus dari berbagai macam aliran silat yang pernah dipelajarinya de- gan pengalaman beliau.


Dari sekian banyak orang yang belajar aliran silat Haji Salam, tercatat empat orang murid utama yang diberikan keper- cayaan oleh Kyai Haji Salam untuk menurunkan dan menyebarkan aliran silatnya yaitu R Djoemlan, M Soetoro, HM Toha, dan H Sophian Hamid.

Dari keempat Guru Besar tersebut aliran Silat Haji Salam tersebar di daerah Banten. Dari kesepakatan keempat Guru Besar inilah aliran silat tersebut dinamakan Perguruan Pencak Silat Haji Salam. Semua tempat latihan atau padepokan yang tersebar di daerah Banten hasil penyebaran keempat Guru Besar tersebut menamakan perguruannya dengan Perguruan Pencak Silat Haji Salam tanpa ada embel-embel tambahan lain. Kecuali memang mereka memisahkan diri dan membuat perguruan baru yang dirasa sudah tidak menggunakan inti jurus aliran Haji Salam.

Jurus-jurus Perguruan Haji Salam terdiri dari Jurus Dasar, Jurus Langkah, Sambut Ewoh, Jurus Pasangan, Antrian, dan Ketrek atau Olahan. Inti penguasaan jurus dari aliran Haji Salam adalah bagaimana mengantisipasi serangan dan gerakan lawan dengan reflek tubuh yang ditopang dengan teknis jurus dasar dan langkah. Dari penuturan salah satu Guru Besar Haji Salam yang masih ada, H Sophian, "kenapa banyak orang yang tidak bisa mengalahkan Yai Haji Salam karena gerakan yang dikeluarkan untuk antisipasi serangan lawan itu cuma satu gerakan. Sementara lawannya harus mengeluarkan dua gerakan. Seolah-olah beliau tahu apa yang akan dilakukan lawannya sebelum menyerang atau menangkis serangan," jelas beliau mengenang kemampuan gerakan gurunya.

Reflek tubuh ini dapat dicapai apabila seorang murid sudah pada tingkatan jurus Ketrek atau Olahan, tingkatan jurus yang mengaplikasikan jurus-jurus dasar, langkah, sambut, dan antrian, dalam sebuah permainan gerakan satu lawan satu. Dari penuturan Pak Dudung, salah seorang murid R Djoemlan, "seseorang belum bisa dikatakan menguasai aliran silat Haji Salam apabila sudah mengaplikasikan jurus-jurusnya dalam permainan Ketrek atau olahan. Dan untuk menguasainya seorang murid harus punya partner tetap dalam latihannya. Dari jurus Ketrek inilah jurus-jurus dasar dapat menempel dalam tubuh dan mematangkan gerak reflek," terang beliau menirukan kata-kata dari Guru Besar R Djoemlan (Alm).

Kecepatan gerak reflek dalam aliran Haji Salam ditopang dengan melatih gerak bahu yang dipakai hampir dalam semua jurus-jurusnya, dan juga jurus langkah yang bisa dikatakan ciri khas aliran ini dengan formulasi bentuk yang indah. "jurus langkah ini harus dikuasai karena posisi kaki dan langkah kita menentukan keunggulan dalam sebuah pertarungan," jelas H Chaerudin AR (Alm) salah seorang Guru Silat Haji Salam generasi kedua,  pada saat memberikan pengarahan jurus langkah.

Pengembangan Silat Haji Salam.
Atas dasar menjaga kelestarian budaya dan seni beladiri asli Banten  para Guru Besar dan para murid aliran silat Haji Salam sepakat untuk membentuk sebuah wadah kelembagaan formil untuk me-manage dan mengembangkan aliran ini. Pada tanggal 16 Mei 1980 bertepatan dengan 1 Radjab 1400 H bertempat kedudukan di Serang Banten, organisasi Perguruan Pencak Silat aliran Haji Salam (PPS HS) didirikan.

Padepokan utama terdapat di Kepandean Kota Serang, dan sekertariat di Jl Lingkar


Selatan no 6 Kota Serang Banten. Tempat latihan atau padepokan banyak tersebar di Serang dan Ciruas. "Dalam tahap persiapan, pengembangan aliran silat Haji Salam akan melebarkan sayapnya secara formil dengan membentuk kepengurusan organisasi di Jakarta, Bandung, Lampung, dan Jogjakarta," tutur Maman Abdurahman selaku Ketua Umum Pengurus Pusat PPS HS periode 2007-2012.

Aliran Haji Salam termasuk dalam aliran silat tangan kosong yang mengandalkan kecepatan dan reflek tubuh. Dari gerak tangan, langkah kaki, sampai dengan bahu mengandalkan akurasi dan timing tepat dalam gerakan-gerakannya. Tidak ada unsur magis atau amalan yang harus dilakoni oleh para muridnya untuk menguasai jurus-jurus tertentu. Dari sifat dasar aliran ini seyogyanya pengembangannya tidak terkendala dengan berbagai persyaratan ritual dan semacamnya yang harus dijalani ketika akan menjadi anggota baru aliran silat ini. Artinya inklusifitas ini bisa mendorong penyebarannya karena dapat lintas kepercayaan, budaya, bahkan negara.

Seperti pada umumnya aliran silat asli Banten, Perguruan Silat Haji Salam terkesan mengalami penurunan. Indikasi penurunan ini terlihat dari semakin kurangnya peminat dari generasi muda menjadi anggota. Mereka lebih tertarik dan bangga ketka berseragam aliran bela diri dari mancanegara, dan melakukan latihan bersama di alun-alun kota. Harus ada upaya yang signifikan untuk menarik kembali minat generasi muda untuk mencintai kembali pencak silat asli Banten. Selaraskan dengan perkembangan jaman, masukkan unsur prestasi dan apresiasi dengan mengikuti berbagai pertandingan dan kejuaraan pencak silat. Dan seyogyanya pemerintah dareah melalui organisasi yang mewadahinya (IPSI) memikirkan ulang bagaimana caranya supaya perguruan silat Banten tidak punah ditempat asalnya.

Semoga dengan disertai niat yang tulus dan ikhlas, para pecinta seni dan budaya silat aliran Haji Salam dapat terus mempertahankan eksistensinya terutama di daerah asal kelahirannya, dan dapat mengembangkan kehadirannya di daerah luar Banten. Keterbatasan dana yang menjadi kendala permanen dapat diatasi dengan menggandeng para pengusaha yang mempunyai kecintaan pada pencak silat. Dan semoga Perguruan Pencak Silat Haji Salam tidak menjadi alat politik praktis yang hanya menjadi perkumpulan orang untuk mendukung kandidat calon kepala daerah tertentu. Belajar dari pengalaman, perpecahan dan kehancuran sebuah perguruan pencak silat seringkali dikarenakan hanya menjadi alat pengumpul masa saja pada saat pemilukada atau untuk kepentingan sesaat partai politik tertentu saja. Jadikan Perguruan Silat Haji Salam sebagai wadah keluarga pewaris dan pecinta aliran silat Haji Salam. Jangan jadikan lembaga dan organisasinya terlibat dalam politik praktis, dan biarkan anggotanya berbaju politik apapun atau pendukung siapapun tanpa melibatkan perguruan sebagai organisasi. Semoga!! (Faisal Bantani)
** Sumber Tulisan hasil diskusi dengan  H Sophian Hamid (Guru Besar PPS HS), Maman Abdurachman (Ketua Umum Pengurus Pusat PPS HS), Ir Dudung, Amrullah, H Iib Muhibudin SH, MBA